Selasa, 14 Desember 2010

Tolak Kapitalisme, dukung Perjuangan Syariah dan Khilafah

TOLAK KAPITALISME, DUKUNG PERJUANGAN SYARIAH DAN KHILAFAH

Penipudayaan Perempuan

Menurut tulisan Dwi Sudarmanto, salah seorang anggota tim Balai Pengembangan PendidikanFormal dan Informal (BPPFI) yang berisi tentang upaya pengentasan kemiskinan dalam program pemberdayaan perempuan. Bahwa sebenarnya perempuan tak lebih dari pengurus rumah yang selalu menjadi nomor dua. Perempuan tidak berhak menjadi penentu dalam memutuskan hal-hal yang menyangkut rumahtangga mereka. Mereka seringkali tidak memiliki kemauan dan keberanian untuk menjadi sejajar dengan suami. Perempuan harusnya memiliki kepekaan dalam menangkap perubahan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Dalam pandangan Kartini (2001), perempuan harus mampu menggerakkan dan membuat perubahan-perubahan sosial ke arah yang lebih baik atau sebagai agent of social change. Pentingnya pendidikan bagi perempuan tidak hanya sekedar sebagai upaya mensejajarkan perempuan dengan lelaki, namun lebih dari itu yaitu (Kartini, 2001):


1.    Perempuan (ibu) yang terdidik akan mampu membesarkan keluarga yang lebih sehat
2.    Perempuan yang terdidik cenderung mempunyai anak yang lebih sedikit, sehingga dapat menahan laju pertumbuhan jumlah penduduk
3.    Perempuan terdidik lebih produktif, baik di rumah maupun di tempat kerja
4.    Perempuan terdidik cenderung membuat keputusan lebih independen dan bertindak untuk dirinya sendiri
5.    Perempuan terdidik cenderung menolong anak-anaknya untuk menjadi terdidik

Menurut beliau pemberdayaan perempuan tidak dapat dilepaskan dari konsep umum pemberdayaan masyarakat. Termasuk didalamnya harus ada konsep parsipatif dan keadilan. Dan Salah satu penyebab ketidakberdayaan perempuan adalah ketidakadilan gender yang mendorong terpuruknya peran dan posisi perempuan di masyarakat. Perbedaan gender seharusnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak menghadirkan ketidakadilan gender. Namun perbedaan gender tersebut justru melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Manifestasi ketidakadilan itu antara lain:

1.    Marginalisasi karena diskriminasi terhadap pembagian pekerjaan menurut gender,
2.    Subordinasi pekerjaan,
3.    Stereotiping terhadap pekerjaan perempuan,
4.    Kekerasan terhadap perempuan, dan
5.    Beban kerja yang berlebihan.

Oleh karena itu, ada beberapa komponen penting yang perlu diperhatikan dalam upaya memberdayakan perempuan, yaitu:

1.    Organisasi dan kepemimpinan yang kuat,
2.    Pengetahuan masalah hak asasi perempuan,
3.    Menentukan strategi,
4.    Kelompok peserta atau pendukung yang besar, dan
5.    Komunikasi dan pendidikan. 

Sementara itu, salah satu upaya dalam memberdayakan sumber daya manusia, khususnya perempuan, adalah melalui penanaman dan penguatan jiwa dan praktek kewirausahaan. 

Tulisannya yang mengambil obyek di NTB dilatarbelakangi oleh hal yang sama dengan tulisan yang hampir senada tentang program pemberdayaan ekonomi perempuan. Yang lebih lanjut melahirkan program-program seperti peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga, pelatihan-pelatihan untuk para ibu yang diterapkan hampir sama di seluruh Indonesia sebagaimana juga di balikpapan. Program-program ini dilaksanankan PKK biasanya bekerjasama dengan pihak lain sebagai penyedia dana, peralatan maupun pendidik keterampilan. 

Pemerintah sendiri mengucurkan dana yang tidak sedikit untuk menyukseskan program ini dalam rangka meningkatkan pemberdayaan terhadap perempuan ini. Sebagai contoh dengan memberikan pelatihan dan modal cuma-cuma sebesar 2-5 juta untuk per kelompok usaha perempuan. Ini menurut info dari kelurahan karang rejo kecamatan balikpapan tengah. Pelatihan yang diberikan bisa beragam, dari pembuatan kue, keterampilan membuat kerajinan, usaha salon ,dsb. Di beberapa kecamatan lain masih di Balikpapan juga, ada pemberian kredit usaha bagi wanita begitupun dengan pembentukan koperasi perempuan sebagaimana di kelurahan sepinggan.

Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Dwi Sudarmanto di atas, bahwa program yang dijalan kan tidak lain dibangun atas asumsi bahwa perempuan lebih berhak dan telaten untuk diberikan pelatihan untuk digunakan dalam membangun kemandirian ekonomi. Dengan kuatnya perempuan secara ekonomi ini membantu rasa percaya dirinya serta memiliki posisi tawar dihadapan laki-laki. Ynag dianggap sebagai solusi pula dalam mengurangi masalah KDRT. Ini senada dengan pemaparan kader PKK yang diminta keterangan tentang latarbelakang program-program tersebut.

Dorongan dan pengkondisian perempuan baik dengan alasan eksistensi diri maupun himpitan ekonomi menjerat perempuan untuk berbondong-bondong keluar rumah. Termasuk dengan mencoba membesarkan hatinya dengan julukan sebagai pahlawan devisa bagi para TKW yang dikirim ke luar negeri. Seberapa besar jasa TKI, Republika pernah merilis data, bahwa hingga September 2010, total dana remitansi yang dikirimkan TKI di luar negeri, telah mencapai 5,031 miliar dolar Amerika dengan angka terbesar datang dari Malaysia disusul Arab Saudi (republika.co.id, 23/11). Data lain menyebut, dari tahun 2009 hingga awal maret 2010 pemasukan devisa yang dihasilkan dari remitansi yang dikirimkan TKI mencapai 6,615 milyar dolar AS atau setara Rp. 60 Trilyun (antaraNews dan vivaNews, 1/3). Dan untuk tahun 2010, Bank dunia bahkan memprediksi akan mencapai 7 milyar dolar lebih (politikindonesia.com,11/11).

Bayangkan betapa besar kontribusi para TKI pada perekonomian bangsa ini. Bahkan nilai devisa TKI ini disebut-sebut menempati posisi nomor dua setelah Migas. Penghasilan menggiurkan inilah yang rupanya menjadi alasan kenapa penguasa begitu bersemangat mendorong dan memfasilitasi pegiriman TKI ke luar negeri. Cukup dengan mengekspor TKI terutama kaum perempuan, devisa datang sendiri. Tak heran jika Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu negara pengekspor buruh migran terbesar dunia dengan persentase buruh migran perempuan (BMP)  mencapai 80 persen. Yang menjadi negara tujuan antara lain Arab Saudi, Malaysia, Singapura dan Hongkong.

Ironisnya, hingga hari ini tidak ada data pasti tentang berapa jumlah TKI yang bekerja di luar negeri. Beberapa waktu lalu SBY menyebut angka 3.271.584 orang. Sementara situs migrantcare menyebut ada 4,5 juta orang (migrantcare.net, 24/11). Menurut catatan Migrant Care, sepanjang 2010 saja, jumlah total dari berbagai jenis masalah yang dialami buruh migrant mencapai 45.845 kasus dan 908 orang mati sia-sia (okezone,24/11). Sementara menurut SBY, TKI bermasalah ‘hanya’ ada 0,01 persen (4.385 orang) saja, dengan jenis masalah berupa pelanggaran kontrak, gaji tidak dibayar, jam kerja serta beban kerja yang tidak sesuai, tindakan kekerasan hingga pelecehan seksual.

Kembali ke fitrah

Kemiskinan dan himpitan ekonomi sebagai uah penerapan sisten kapitalisme terkadang menempatkan perempuan pada posisi dilematis. 

Sumiati, Kikim komalasari, hanyalah beberapa dari ribuan TKW yang bernasib naas karena mengalami penganiayaan di luar negeri. Masih lekat dalam ingatan, bagaimana derita seorang TKW asal Palu, Susanti (24 tahun), yang kini tak bisa lagi berjalan karena disiksa majikannya (Liputan6.com, 9/3/2010). Dan ini mereka alami semata demi mencari solusi untuk bertahan hidup dari himpitan ekonomi.. 

Kapitalisme pula yang telah menorehkan kisah pilu bagi para ibu, yang harus merelakan bayinya di sandera pihak rumah sakit karena tak mampu membayar biaya persalinan. Kemiskinan sistemik telah merampas hak seorang ibu untuk dekat dengan anaknya. Fenomena ibu yang membunuh anaknya karena himpitan ekonomi pun kerap terjadi. Pada 15/1/2010 lalu, seorang ibu muda di Jakarta bernama Amanda (25 tahun), misalnya, membunuh anak kandungnya sendiri yang masih berusia 2,6 tahun di rumahnya (Vivanews.com, 16/1/2010). 

Depresi kerap menjadi alasan seorang ibu tega melakukan tindakan nekad seperti ini. Bahkan ada yang berani mengakhiri hidupnya karena sudah tak sanggup lagi menanggung derita dalam rumah tangga dan persoalan hidup yang kian menghimpit. Di Selakau, seorang ibu muda bernama Syarifah (23 tahun) tewas gantung diri karena depresi (Pontianakpost.com, 15/3/2010). Lagi-lagi motifnya karena kemiskinan yang telah diciptakan oleh sistem Kapitalisme ini.

Maraknya perdagangan perempuan dan anak-anak (trafficking) tak kurang riuhnya. Pada Desember 2009 ditemukan 1.300 kasus perdagangan manusia dan pengiriman tenaga kerja ilegal dari Nusa Tenggara Timur (Vivanews.com, 15/12/2009). Sekitar 10.484 wanita yang berada di Kota Tasikmalaya Jawa Barat rawan dijadikan korban trafficking. Pasalnya, mayoritas di antara mereka berstatus janda serta berasal dari kalangan yang rawan sosial dengan tarap ekonomi rendah (Seputar-indonesia.com, 1/4/2010). Di Kabupaten Cianjur Jawa Barat kasus trafficking dan KDRT tercatat 548 kasus. Tidak sedikit dari mereka menjadi korban dan dipekerjakan sebagai pekerja seks komersil (PSK) (Pikiranrakyat.com, 23/3/2010).

Surat kabar “Daily Mail' tanggal 10 juni 1975 mencantumkan sebuah tulisan :”Apakah ini harga yang harus dibayar untuk suatu kebebasan...?' 

Harian itu mencantumkan pernyataan seorang peneliti,Prof. Eavor H. Miles : “Dalam kurun waktu 10 tahun yang lalu, jumlah wanita diatas usia 16 tahun yang keluar rumah untuk bekerja telah meningkat sebanyak 27%. Dengan adanay krisis ekonomi, maka angka tersebut akan semakin meningkat. Demikian juga dengan wanita yang mempunyai tanggungan rumah tangga dan keluarga. Kebanyakan mereka sibuk dengan pekerjaan di kantor-kantordengan tujuan untuk memperoleh uang. Kemudian kesibukan itu berubah menjadi dorongn pribadiuntuk bekerja tanpa adanya kebutuhan. Dan akhirnay itu menjadi hobby untuk mendapatkan kesenangan dari pekerjaan itu.”

Selanjutnya Prof. Miles mengatakan :”Jelaslah wanita-wanita semacam itu menghadapi tekanan-tekanan yang melebihi daya tahannya. Juga tampak ia membutuhkan makanan diluar jam-jam makanan (makanan ekstra). Ia pun mengkhawatirkan pertumbuhan berat badannya. Disamping itu ia juga merasakan sakit-sakit saat ia tidur. Sehinnga ia memerlukan obat-obat penenang. Meningkatnya ketegangan di kantor -kantor dan rumah-rumah akan menimbulkan suasana sensitif yang cepat mencuatka marah dan perselisihan. Jika wanita-wanita itu memaksa terus bekerja , maka cepat atau lambat kepribadiannya akan berubah, hormon-hormon dalam dirinya akan berubah sehingga menurunkan dorongan seksual dan kemampuan untuk melahirkan.Sebenarnya kemampuan melahirkan di kalangan wanita terus merosot dengan gambaran yang mengkhawatirkan. Dan saya yakin bahwa hal itu bukan hanya disebabkan oelh alat-alat kontrasepsi. Dalm tahun 1964, (di Inggris) dari 1000 orang wanita terdapat 18,6% yang mampu melahirkan. Di tahun 1971 angka tersebut menurun jadi 15,8%. tahun 1972 merosot menjadi 14,4%, dan selanjutnya menjadi 12,7% pada tahun 1974. Penurunan itu demikian itu demikian tajam sehingga penduduk kita tidak mampu menutupi kekurangan itu. Padahal pada saat itu banyak wanita-wanita mandul yang pergi ke dokter karena adanya keinginan yang kuat untuk mempunyai anak”

Kemudian Prof. Miles menyoroti masalah bunuh diri yang semakin meningkat dikalangan wanita pada tahun-tahun terakhir Dikutip dari Emansipasi Adakah dalam Islam?, Abdurrohman Al Baghdadi,1998).

Apa yang diungkapkan oleh Prof. Miles hanya sedikit dari banyak penelitian yang mendukung keberadaan fakta-fakta yang terjadi di atas. Dan ini tidak lain merupakan dampak dari hilangnya fitrah perempuan khusunya para ibu karena sistem kapitalis. Mereka seakan harus memikul beban ganda. Di satu sisi, mereka dituntut menjadi benteng keluarga; menjaga anak-anak dan mengurus rumah tangga. Disisi lain, mereka mereka pun terbebani tanggung jawab menyelamatkan kondisi ekonomi keluarga dengan cara ikut bekerja mencari nafkah tambahan atau bahkan harus menggantika posisi bapak sebagai imbas krisis ekonomi . Keluarga kian kehilangan fungsinya sebagai tempat berlindung dan berkasihsayang antar penghuninya, sebagai masjid dan madrosah kepribadian islam dan pejuang islam, sebagi rumah sakit tempat merawat mereka, dan lain-lain. Anak-anak tumbuh tanpa atau kurang bimbingan orang tua terutama ibu. Sehingga lahir persoalan lain yaitu keretakan dan kehancuran rumah tangga dengan meningkatnya angka perceraian dan kenakalan remaja. Pada saat yang sama , umat kehilangan kekuatan dan terancam kehilangan masa depan. 

Islam Menjaga Fitrah Ibu

Allah swt telah menurunkan petunjuknya bagi manusia secar paripurna melalui Rasulullah Muhammad Saw.Islam telah memberikan seperangkat aturan yang mendudukan peran laki-laki dan perempuan sesuai dengan kadar penciptaannya. Islam telah memberikan hak-hak kepada perempuan seperti pula pada laki-laki. Serta membebankan kewajiban-kewajiban-kewajiban kepada laki-laki sebagiamana juga kepada perempuan. Kecuali beberapa hal yang khas bagi perempuan atau bagi laki-laki karena adanya dalil-dalil syara'. Ada peran yang sam dan ada yang berbeda. Perbedaan ini tidak menunjukkan adanay perbedaan kedudukan.

Perempuan, khususnya ibu diberikan peran utama sebagai al umm wa robbatu al bait. Selain juga sebagai bagian dari masyarakat yang juga wajib berdakwah, mengoreksi penguasa dan sebagainya. Itu semua sesuai dengan kadar penciptaannya. Dan tidak akan melebihi kapasitasnya dan menimbulkan kerusakan. Hal ini selain mampu menjaga kehidupan harmonis dalam kelurga dan masyarakat juag mampu menjadi solusi atas masalah apapun yang dihadapi perempuan. 

Khilafah Menjamin kesejahteraan masyarakat

Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa betapapun kekayaan melimpah yang dimiliki oleh indonesia misalnya tetap tidak mampu untuk menahan laju meningkatnya angka kemiskinan sekaligus memaksa perempuan untuk berperan ganda. Dan ini semua diakibatkan adanya penerapan sistem kapitalime. Alih-alih msnsejahterakan pewrempuan, malah justru menjadikan peremp[uan sebagai komoditas untuk dieksploitasi aseperti halnya kasus TKI. Sejumlah jargon yang ditawarkan untuk menekan KDRT dan meningkat kesejahteraan perempuan hanyalah solusi tambal sulam. Yang sekaligus makar barat untuk menghancurkan institusi keluarga muslim sekaligus menanamkan ide feminisme danmenjauhkan perempuan dari fitrahnya. Sementara kekayaan kaum muslim dieksploitasi demi kepentingan barat.

Kesejahteraan yang secara sederhana diartikan sebagai terpenuhinya seluruh potensi yng dimilki manusia secara optimal. Dan ini digambarkan dengan terssedianya kecukupan pangan, sandang, papan, keamanan, kesehatan, serta pendidikan. Inilahy yang di dalam islam disebut sebagi kebutuhan pokok Yang itu semua terwujud dalam sistem islam yang terpancar dari aqidah islam. Dan tentunya ini membutuhkan peran negara dalan hal khilafah sebagai pelaksana atas penerapan hukum-hukm syara'. Dalam perkara kebutuhan pokok ini negara yang menjamin kebutuhan pokok dan hak pokok rakyat.

Islam membebankan tanggung jawab untuk mewujudkan kejahteraan pada tiga pihak :

1.    individual
pada dasarnya beban pemenuhan kesejahteraan asalnya berada pada pundak masinjg-masing individu. Akan tetapi, dalam konteks keluarga, Islam telah memberika tangggung jawab ini kepada setiap kepala keluarga sebagimana yang terdapat dalam surat Al baqoroh ayat 233, al jumuah ayat 10, al jatsiyah ayat 12 dan beberapa hadist. Adapun isteri dan anak-anak tidak diwajibkan mencari nafka sendiri. Jadi perempuan dalam hal ini posisinya adalah dinafkahi.
Hanya saja, ketika kepala keluarga tidak mampu, maka kewajiban jatuh kepada ahli warisnya dan kerabat dekatnya.

2.    Masyarakat. Islam mengajarkan sesama kaum muslim sebagai saudara. Sehingga harus dimunculkan kepekaan dan solidaritas sosial atas dasar iman. Seorang muslim tentu tidak akan berdiam diri melihat saudaranya tertindas atau tertimpa kesulitan. Hal ini disebutka dalan al Quran surat al baqoro ayat 177, surat al ma'un serta HR baihaqi : Sabukanlah orang yang beriman yang ia sendiri kenyang sedangkan tetangganya kelaparan.

3.    Negara. Khilafah Islam sebagai institusi penerap sisten islam wajib memastikan setiap individu dan masyarakat bisa memenuhi tanggung jawabnay memenuhi kesejahteraan. Seperti memberiakan sarana dan prasarana jalan, lapangan pekerjaan sekaligus kondisi yang kondusif bagi keberlangsungan usaha serta penegakan hukum bagi mereka yang lalai atas kewajiban penafkahan.

Demikian gambaran khilafah sebagai ppenjamin kesejahteraan. Maka denganditerapkannya sistem islam dalam naungan khilafah tidak akan lagi kita temui sumiati-sumiati yang lain ataupun berita tentang pilunya nasib kaum ibu dan perempaun pada umumnya. Untuk itu penerapan syariat dan penegakan khilafah merupakan perkara ynag mutlak untuk diperjuangkan dengan segera danenuh kesungguhan!   

Wallahu a'lamu bi ash showwab

(Dian 'Aisyah)

 

0 komentar:

Posting Komentar